Selasa, 17 Mei 2011

SEJARAH KAMPOENG KEMASAN


Tahun 1853 ditepi sungai kecil yang menghubungkan desa Telogo Dendo melewati perkampungan – perkampungan penduduk dan berakhir di lautan bebas di kota Gresik yang gersang dan tandus, berdiri sebuah rumah yang dibangun oleh seorang turunan Cina yang bernama Bak Liong yang mempunyai ketrampilan membuat kerajinan dari emas. Ketrampilannya ini menjadikan dia terkenal dan banyak penduduk yang datang untuk membuat atau memperbaiki perhiasannya. Sejak itu kawasan yang ditempati ini dinamakan kampong kemasan ( tukang emas ).

Pada tahun 1855, H. Oemar bin Ahmad yang dikenal sebagai pedagang kulit mendirikan sebuah rumah di daerah ini. Disamping pedagang kulit beliapun berusaha dalam penangkaran burung Wallet, sehingga enam tahun kemudian tepatnya tahun 1861 setelah usaha kulitnya semakin maju, beliaupun mendirikan dua buah rumah lagi yang terletak disebelah kiri rumahnya yang pertama.
Tahun 1896, ketika kesehatan dan kekuatan H.Oemar mulai menurun, beliaupun menginginkan anak – anak nya untuk meneruskan usaha perkulitan ini. Ketujuh anaknya tersebut yaitu: 1. Pak Asnar 2. Marhabu 3. Abdullah 4. H. Djaelan 5. H. Djaenoeddin 6. H. Moechsin 7. H. Abdoel Gaffar
Diantara ketujuh anak H. Oemar yang tertarik untuk melanjutkan usaha perkulitan, ialah Pak Asnar, H. Djaelan, H. Djaenoeddin, H. Moechsin dan H. Abdoel Gaffar.
Kelima anaknya tersebut setelah dua tahun melanjutkan usaha bapaknya, kemudian mendirikan pabrik penyamakan kulit yang berlokasi di desa kebungson Gresik. Dan sejak pabrik ini berdiri maka usaha ini tidak hanya berhubungan dengan pengusaha kulit di Gresik dan sekitarnya, seperti Surabaya, Sidoarjo, Lamongan tetapi sudah berhubungan dengan 22 kabupaten di Pulau Jawa. Diantaranya Batavia, Semarang, Solo, Panarukan dan lain – lainnya. Adanya pabrik penyamakan kulit ini boleh dikatakan telah memberikan kontribusi bagi perkembangan Gresik sebagai kota dagang. Bahkan manakala system colonial tidak memberikan tempat bagi kemunculan kelas pengusaha lemah pribumi, pengusaha menengah pribumi Gresik mampu bertahan menghadapi tekanan ini. Mereka bisa bersaing dengan kelas perdagangan perantara yang sebagian besar dari komunitas Cina dan Arab. Pada awal abad ke-20 Gresik sudah mampu melahirkan pengusaha – pengusaha kelas menengah yang berhasil.
Dari hasil pabrik penyamakan kulit dan ditambah dari hasil penjualan liur wallet, keluarga turunan H. Oemar bin Ahmad ini berhasil mendirikan sederetan rumah di kampong kemasan yang saling berhadapan. Bangunannya memiliki keunikan arsitektur yang pada periodisasi tertentu menjadii ikon kemajuan kota Gresik. Gaya arsitektur yang beragam yaitu colonial, Cina, Melayu dan Jawa memiliki usia rata – rata 100 tahun. Bangunan yang paling menonjol di
kawasan Peranakan ini adalah rumah tinggal Gajah Mungkur yang pemiliknya adalah H. Djaelan putra ke-empat dari H. Oemar bin Ahmad. Dari 23 buah bangunan di Kampung Kemasan sampai saat ini yang masih bisa dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya tinggal 16 bangunan ( rumah ).
Penulis: Oemar Zainuddin ( Gresik, 22 April 2011 )

Berita terkait usaha menjadikan Kampoeng kemasan sebagai obyek wisata minat khusus, baca di: portal gresik
atau di SINI ( ada pameran foto pinhole kejayaan masa lalu) atau di SINI (gambaran singkat tentang Kampung Kemasan)

4 komentar:

  1. bagaimana perhatian pemerintah Gresik tentang hal ini? apakah UU BCB sudah diperdakan di Gresik? Sayang kalau nggak....

    BalasHapus
  2. mari kita gali dan lestarikan potensi yang ada di kota kita tercinta

    BalasHapus
  3. Ada yg tau sejaraha BKR GRESIK kah

    BalasHapus
  4. Butuh literatur penunjang untuk skripsiku ttg pengaruh kebijakan grissee volks crediet bank thd ekonomi gresik thn 30an

    BalasHapus

Bagaimana komentar/tanggapan anda?