Selasa, 18 Oktober 2011

Bangun Stadion Bola Ancam Gusur Monumen Gresik


TRIBUNJATIM.COM,GRESIK-Rencana pembangunan stadion sepakbola Gresik yang akan menelan anggaran Rp 230 miliar dikhawatirkan akan menggusur monumen perjuangan Gunung Lengis.
Kekhawatiran mulai muncul setelah Pemkab Gresik mengumumkan lokasi rencana proyek itu. Bahkan, beberapa warga sekitar Monumen Gunung Lengis juga sudah didatangi petugas dan mendapat sosialisasi. Tapi informasi tentang kelangsungan keberadaan monumen perjuangan dikawasan Segoro Madu itu belum jelas.

Ketua Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger) Kris Adji Aw menyatakan pembangunan stadion bagi masyarakat Gresik merupakan hal yang bagus. Tapi jika sampai menghilangkan jejak sejarah akan menjadi hal yang buruk dan itu akan menunjukkan sikap bangsa yang tidak bisa berterimakasih.

“Kalau bisa monumen tidak digusur, akan lebih baik jika stadion berdiri tapi monument juga dibuat lebih nampak gagah,” usul Kris, Selasa (11/10/2011).
Sebelumnya Kabag Pemerintahan Umum Tursilowanto Harijogi membenarkan jika rencana pembangunan stadion akan direalisasi di Gunung Lengis. Alasannya, areal tersebut banyak lahan kosong dan lagipula memang aset milik pemerintah. Namun Tursilowanto belum mengetahui keberadaan monumen itu di masa mendatang.

Monumen Gunung lengis terletak di lereng Gunung Lengis yang secara administratif masuk dalam wilayah Desa Segoromadu, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Monumen ini diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1975.

Tinggi bangunan sekitar 7 meter. Bagian pondasi berbentuk segi lima dengan ukuran sisi 4 meter. Di bagian atasnya terdapat patung seorang pejuang yang menancapkan sang saka merah putih.
Kondisi monumen itu saat ini sangat memprihatinkan. Anak tangga menuju monumen yang berada sekitar 100 meter dari jalan raya Veteran itu rusak parah and amblas. Sekeliling monumen dan di atas monumen dikelilingi tumbuhan liar yang mongering. Banyak bagian monument yang hilang, seperti plakat dan pintu pagar monumen.

Sumber : Surya
Penulis : dyan rekohadi
Foto : FB Arroyy
Sumber :Tibun Jatim

HEROISME WARGA GRESIK YANG TERLUPAKAN
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Kepeloporan warga Gresik pada Awal Kemerdekaan Menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia, di kota Surabaya dan sekitarnya telah ada gerakan-gerakan di bawah tanah atau gerakan ilegal yang bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka. Gerakan dibawah tanah ini antara lain berupa kelompok-kelompok pemuda yang bergerak di masing-masing organisasi pemuda pelajar buatan Jepang dan para pemuda di masing-masing jawatan pemerintahan atau swasta Jepang. (Tim Penyusun, 1984: 52).

Berita mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 sejak tanggal 18 Agustus 1945 menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Beriringan dengan menyebarnya berita tentang proklamasi kemerdekaan, maka muncul serangkaian tanggapan dari tiap daerah. Misalnya di Surabaya tanggapan masyarakat terhadap proklamasi salah satunya dimanifestasikan dalam bentuk rapat-rapat raksasa, juga berusaha untuk mempertahankan daerahnya dari serangan Sekutu yang ingin menguasai Indonesia. Peristiwa heroik ini mencapai puncaknya pada tanggal 10 November 1945 yang pada akhirnya diperingati sebagai hari pahlawan oleh seluruh bangsa Indonesia. Keberanian arek-arek Surabaya memotivasi para pejuang dari daerah lain, seperti Gresik, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan sekitarnya.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 diikuti instruksi untuk membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 22 Agustus 1945. sebagai tindak lanjutnya, maka setiap daerah juga harus mendirikan Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah. (A.G. Pringgodigdo, 1952: 24). KNI Kabupaten Surabaya di Gresik personalianya terdiri dari Tamsi Tedjasasmita, H. Anang Tajib, K.H. Fakih Oesman, Abdullah Fakih, dan Basiran. Kegiatan mereka dipusatkan di Jl. Basuki Rahmat no. 9 Gresik dan di rumah Liem Boen Kwie, Jl. Basuki Rahmat no. 6 Gresik. (Hasil wawancara dengan Lettu Purn. H. Shodiq, tanggal 4 April 2007).

Di luar KNI terbentuk juga organisasi perlawanan pemuda yang tergabung dalam BKR dan PRI. Markas BKR menempati kantor telepon di Utara alon-alon Kota Gresik. Para anggota BKR Gresik umumnya terdiri dari mantan Peta dan Heiho. Sebagai komandan BKR adalah Ibnoe Soebroto, kepala stafnya R. Soenarjadi, Doelasim, Darmosoegondo, dan Markahim. Sementara itu untuk PRI pembentukannya dipelopori oleh H. Mochtar Ibrahim, Abdoellah Latif, Noersyamsi, Maksum Asj’ari, Ali Moeksin, AK. Hudaya, Moeljono, dan Abdoel Aziz. Organisasi ini bermarkas di rumah Liem Hok Kiet (toko suling), jl. Basuki Rahmat no. 1 Gresik. Sedangkan bagi mereka yang tidak tertampung dalam BKR mendirikan laskar-laskar perjuangan, seperti Hizbullah dan Sabilillah.

Pada tanggal 5 Oktober 1945 BKR Kabupaten Surabaya di Gresik dilebur menjadi TKR Batalyon I Resimen II Divisi VI (Narutama). Sebagai komandan Batalyon Letkol Ibnoe Soebroto, Wakil Mayor Moenawar Yasin, Kepala Staf Kapten Soenarjadi, Komandan Kompi I Kapten Soejoto, Komandan Kompi II Kapten Doelasim, Komandan Kompi III Kapten Darmosoegondo, Komandan Kompi.

Dalam rangka mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, maka para pemimpin nasional di pusat melakukan upaya diplomasi terutama dengan Belanda yang sangat berambisi untuk kembali menguasai Indonesia. Hal ini menimbulkan ketegangan-ketegangan yang semakin memuncak antara kedua belah pihak yaitu Republik Indonesia dengan Belanda. Terlebih lagi Belanda secara terang-terangan meneruskan langkah untuk menguasai wilayah Jawa dan Sumatra, padahal dalam perjanjian Linggajati Belanda telah mengakui secara de facto kekuasaan RI atas Jawa dan Sumatra. (M.C. Ricklefs, 1992: 334). Bukti Kongkret keinginan Belanda menguasai RI, yaitu derngan dilancarkannya aksi militer pada Bulan Juli 1947. (Robert B. Cribh, 1990: 150).

Pertempuran Gunung Lengis: Heroisme anak bangsa yang terlupakan
Tidak banyak yang mengatahui bahwa pada tanggal 8 Desember tahun 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gunung Lengis antara arek-arek Gresik melawan Sekutu. Pertempuran ini masih terkait dengan pertempuran 10 November di Surabaya. Pertempuran ini pula yang berdampak pada jebolnya pertahanan terkuat di Jawa Timur, yaitu Gresik. Heroisme warga Gresik di Gunung Lengis perlu sekali diwariskan pada generasi muda masa kini. Untuk mengenang heroisme itu maka dibangun sebuah monumen perjuangan di Gunung Lengis.

Dipilihnya lereng Gunung Lengis sebagai tempat pembangunan monumen atas dasar bahwa di tempat ini pernah terjadi pertempuran yang sangat sengit antara arek-arek Gresik yang tergabung dalam TKR, Hizbullah, dan Sabilillah melawan sekutu pada masa awal kemerdekaan, tepatnya tanggal 8 Desember 1945.

Dalam pertempuran sengit tersebut kurang lebih 42 prajurit TKR yang gugur sejak awal pertempuran. (H. Shodiq, seorang pelaku sejarah Pertempuran Gunung Lengis menuturkan dengan lelehan air mata bahwa 42 orang prajurit gugur itu yang bisa dikenali dan masih sangat banyak lagi lainnya yang tidak dikenal). Selain itu kompleks Gunung Lengis merupakan garis pertahanan paling depan. Garis pertahaan ini sangat luas membentang dari arah Timur pantai Karang Kiring ke arah Barat sampai pegunungan Desa Sumber. (Abdul wachid, 1984: 63. Juga hasil wawancara dengan H. Shodiq, tanggal 4 April 2007).

Monumen Gunung lengis terletak di lereng Gunung Lengis yang secara administratif masuk dalam wilayah Desa Segoromadu, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur. Monumen ini diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1975.
Tinggi bangunan sekitar 7 meter. Bagian pondasi berbentuk segi lima dengan ukuran sisi 4 meter. Di bagian atasnya terdapat patung seorang pejuang yang menancapkan sang saka merah putih. Adapun deskripsi setiap sisi pondasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sisi pertama tertulis kata-kata mutiara berbunyi “Ku persembahkan padamu, pahlawan sebagai kenangan abadi serta ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya atas jasamu pada bangsa dan negara.” Namun patut disayangkan pahatan kata-kata mutiara itu sudah tidak ada lagi.
Monumen Perjuangan Gunung Lengis dindingnya terdiri dari lima sisi.
2. Sisi kedua menunjukkan peristiwa pertempuran sengit yang terjadi pada tanggal 8 Desember 1945. Tentara Inggris menerobos ke Kota Gresik dengan tiga kekuatan, yaitu Darat, Laut, dan Udara. Korban kedua belah pihak berjatuhan.

Relief sisi kedua di Monumen Gunung Lengis, (Gambar 2007).
3. Sisi ketiga menunjukkan pasukan dari pejuang TKR berada di garis pertahanan paling depan dengan menggunakan berbagai jenis senjata.
Relief sisi ketiga di Monumen Gunung Lengis, (Gambar 2007).
4. Sisi keempat menunjukkan pesawat terbang jenis Mosquito Inggris yang dapat ditembak jatuh oleh para pejuang TKR di Gresik.
Relief sisi keempat di Monumen Gunung Lengis, (Gambar 2007).
5. Sisi kelima menunjukkan partisipasi rakyat yang penuh semangat dan spontanitas memberikan sumbangan apa saja pada para pejuang yang berada di garis depan.

Relief sisi kelima di Monumen Gunung Lengis, (Gambar 2007).

Makna dari bangunan Monumen Gunung Lengis dapat dipahami dengan memakai arti dari bentuk bangunan. Pondasi bangunan yang berbentuk segi lima melambangkan kelima sila pancasila yang menjadi dasar falsafah hidup negara Republik Indonesia. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa perjuangan yang terungkap dalam peristiwa palagan Gunung Lengis dilandasi oleh nilai-nilai luhur yang dikristalisasi dalam kelima sila pancasila. Bagian puncak berupa patung pejuang yang gagah berani sedang menancapkan bendera merah putih melambangkan jiwa semangat pejuang yang senantiasa berkorban dan mengabdi kepada nusa, bangsa, dan negara menuju tercapainya cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu dapat dipertahankannya kemerdekaan dan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.

Namun sayang sekali, monumen yang seharusnya menjadi inspirasi bagi anak-anak bangsa dalam membangun daerahnya ini terkesan tidak terawat dan terlupakan dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Oleh karena itu perlu dimunculkan kesadaran untuk mengangkat sejarah lokal diparalelkan dengan sejarah nasional dan sejarah dunia dalam pembelajaran sejarah di sekolah agar nasionalisme warga Gresik masa lalu bisa ditanamkan pada generasi muda masa kini.

Pertempuran Gunung Lengis (Kesimpulan)

Peristiwa 10 November 1945, merupakan bukti bahwa rakyat Indonesia gigih mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih. Mereka tidak mau terbelenggu lagi oleh kekejaman penjajah. Kedatangan Sekutu ke tanah air bermaksud untuk melucuti tentara Jepang di Indonesia. Pelucutan ini terjadi karena Jepang mengalami kekalahan dalam perang Asia Timur Raya. Kedatangan Sekutu yang disertai dengan NICA membawa ketegangan antara rakyat Indonesia dengan Sekutu. Belanda lewat NICA berusaha untuk menjajah kembali Indonesia. Rakyat Indonesia berusaha menyelesaikan ketegangan ini lewat jalur diplomasi. Namun perjanjian-perjanjian yang ditawarkan oleh Sekutu melalui meja perundingan selalu merugikan pihak RI. Sekutu tidak pernah konsisten dengan perjanjian yang telah disepakati. Hal ini yang menyebabkan kekecewaan dan amarah bagi rakyat Indonesia, sehingga timbullah perlawanan rakyat Indonesia terhadap Sekutu. Salah satu puncak perlawanan tersebut adalah peristiwa 10 November 1945 yang kemudian hari dikenal dengan Hari Pahlawan.

Gresik yang pada saat itu masuk dalam wilayah Kabupaten Surabaya, juga memiliki peran dalam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Surabaya. BKR/TKR Gresik banyak berpartisipasi dalam setiap pertempuran diSurabaya. Kota Surabaya yang telah berhasil dikuasai oleh Sekutu, menyebabkan para BKR/TKR Gresik mundur ke Kalianak. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan pintu masuk ke Kota Gresik. Karena posisi mereka mendapat perlawanan dari Sekutu, akhirnya mereka mundur ke Greges sampai akhirnya mereka memilih bertahan di Romo-Kalisari. Sepuluh orang serdadu Sekutu dibantai oleh TKR dari Gresik bersama penduduk Desa Sememi tanggal 6 Desember 1945. Sekutu yang mengetahui hal ini, merasa terhina dan akhirnya merencanakan serangan balasan terhadap para BKR/TKR yang bertahan di Romo-Kalisari. Peristiwa pembantaian itulah yang menyulut Perang di Kali Tangi sampai Gunung Lengis.

Sekutu mulai menyerang Romo-Kalisari dan serangan terus berlanjut ke Kali Tangi. Di wilayah Kali Tangi, kemudian merembet sampai Gunung Lengis inilah terjadi pertempuran antara pasukan Kompi II pimpinan Kapten Doelasim dilanjutkan oleh Kompi III III pimpinan Kapten Darmosoegondo melawan Sekutu. Pertempuran itu mengakibatkan banyak pejuang gugur dari Kompi III, karena ketika Pasukan Kompi III Kapten Darmosoegondo bermaksud membantu pasukan Kompi II Kapten Doelasjim, ternyata Kompi II sudah mundur tanpa sepengetahuan Kompi III Kapten Darmosoegondo. Karena banyak prajurit yang gugur, maka para pejuang Gresik memutuskan mundur ke arah Barat menuju Bungah, Sidayu, dan Dukun.

Kekalahan para pejuang Gresik dalam mempertahankan jalur pintu masuk ke Kota Gresik itu mengakibatkan Kota Gresik dikuasai dengan mudah oleh Sekutu pada tanggal 8 Desember 1945. Untuk mengenang pertempuran sengit antara wilayah Kali Tangi sampai Gunung Lengis itu, maka dibangunlah Monumen Perjuangan Gunung Lengis, tepatnya di Desa Segoromadu, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Oleh : Mustakim

2 komentar:

  1. belum pernah mendengar nama tempat ini.. --

    BalasHapus
  2. benar2 terlupakan sjarah kota ini....aq selama 23 tahun tinggal digresik gk pernah denger cerita ini.....sungguh hebat arek2 gresik pada waktu itu

    BalasHapus

Bagaimana komentar/tanggapan anda?