Ket. Foto: Pencak Macan yang dipopulerkan kembali oleh siswa siswi SMA NU-1 Gresik dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Pencak macan adalah salah satu kesenian pengiring arak-arakan pengantin masyarakat Kelurahan Lumpur dan Kroman, Kecamatan Kota Gresik Jawa Timur. Tradisi ini merupakan budaya warisan leluhur yang berusia ratusan tahun. “Pertama kali dikenalkan dan dilestarikan Mbah Sindujoyo,” ujar Hendrik U.Mardiluhung, seniman Gresik.
Tradisi pencak macan merupakan tradisi ngarak (mengiring) pengantin yang mulai dari rumah pengantin laki-laki. Dimana setelah pengantin laki-laki dirias dan keluar rumah disambut penabuh hadrah dengan bacaan Sholawat Nabi Muhammad SAW. Kemudian pengantin berangkat dengan diiringi arak-arakan berupa beberapa kesenian tradisional yang dipentaskan di perempatan. Diantaranya Seni Hadrah dengan lantunan Sholawat Tola’an Badrun dan tabuan pencak.
Pada dasarnya tradisi pencak macan secara filosofisnya mempunyai arti sebagai pengingat tentang lika-liku serta konflik perjalanan yang akan dihadapi pasangan pengantin sebagai suami istri dalam menjalani bahterah rumah tangga.
Setidaknya hal itu tergambar dalam peran fisik macan, gendoruwo, monyet dan seorang ulama. Sebagai penghias filosofinya diikutkan pembawa ketopang (kembang mayang seperti dalam ondel-ondel betawi), payung, pontang lima (seperti gadis bali membawa sesaji dalam piring), pembaca sholawat serta pembawa karbit atau obor.
Simbol yang diperankan dalam karakter Macan, merupakan lambang seorang laki-laki yang perkasa yang mempunyai sifat keras seperti macan. Namun, memiliki sikap dan rasa tanggungjawab yang tinggi. Monyet sendiri menggambarkan, seorang perempuan yang lincah, walaupun cerewet, bawel dan suka aneh-aneh. Namun, iya mempunyai sikap yang rajin dalam mengurus rumah tangga.
Sedangkan gendoruwo melambangkan sebuah sifat haus dan nafsu (setan, red) yang artinya dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga tidak luput dari perselisihan atau konflik. Hal itu dipicu hawa nafsu akibat godaan setan. “Seni ini menjadi tradisi arak-arakan pengantin tradisional masyarakat pesisir Lumpur dan Kroman,” kata Kris Adji AW, pemerhati budaya Gresik yang juga seniman lukis tersebut.
Bukan hanya pencak yang mengandung filosofi hidup bagi pengantin baru. Namun, aksesoris lainnya juga mengandung nilai dan falsafah keagamaan yang cukup tinggi serta gambaran sejarah. Ketopang delapan lonjor dan payung satu, dimana ketopang terbuat dari sapu lidi yang berjumlah 33 dihias kertas merah putih yang ditancapkan ke buah papaya dan ditaruh di atas bambu serta dibawa delapan orang. Ketika banyak penonton salah satunya harus diperebutkan penonton.
Pontang lima yang dibawa lima putri berparas ayu menggambarkan rukun Islam. Pontang lima yang terbuat dari daun pisang dihiasi janur yang berisi makanan ketan warna-warni yang tengahnya ada contong daun pisang dan diujungnya da kapas. Hal itu melambang aneka aliran dan golongan dalam Islam. Nmaun, tetap menjadi satu tujuan Allah Maha Suci.
Hadrah dan Sholawat Nabi Muhammad SAW merupakan syair pujian kepada Allah dan Rosulnya bertujuan pengingat supaya tetap punya keyakinan dan keimanan. Posis hadrah yang di depan pengantin lambangkan agama sebagai benteng dan tameng dalam hidup berumah tangga. Lampu karbit atau obor bermakna agar kedua mempelai atau pengantin ikut menerangi bumi dengan menyiarkan Islam.
Nah, kekuatan dan dalammnya arti filosofis simbol dalam tradisi pencak macan tersebut cukup disayangkan hilang tanpa jejak. Jangan disayangkan tradisi lokal tersebut musnah. Apalagi, dalam tradisi pencak macan dalam setiap gerakannya dibarengi dengan bunyian mocopat, yang kemudian dikenal dengan Mocopat Sindujoyo.
“Kami sangat menyayangkan kalau ini sampai musnah. Bila hal itu dibiarkan, pencak macam akan lapuk dimakan zaman,” ujar Anharul Machfud, pemuda pelopor Gresik asal Kelurahan Lumpur.
Keberadaan pencak sendiri saat ini ibaratnya hidup tak mau mati enggan. Keberadaannya hanya beberapa keturunan Lumpur dan Kroman yang menggunakan jasa di acara pengantin. Bila itu tidak ada, maka dengan sendirinya lenyap dan terkikis oleh era digital modern. Apalagi, pemerintah sendiri di nilai kurang memperhatikan. “Kami merasakan pemerintah memang lepas tangan.
PADA BERITA/INFORMASI YANG LAIN :
Pencak Macan,Riwayatmu Kini
Minggu, 15 Agustus 2010
SEJARAH Kabupaten Gresik dalam buku pedoman Metropolitan Surabaya diceritakan bahwa dahulu orang Portugis menyebutkan Gresik adalah Kota Agazi. Sementara orang Belanda menyebutnya sebagai Grissee yang kemudian oleh orang Jawa disebut Gresik. Gresik dimungkinkan berkembang dari kata ”giri”, yang dalam bahasa Jawa berarti bukit,dan kata ”gisik”, yang berarti pantai. Perbukitan dan pantai memang sesuai dengan kondisi alam daerah ini. Namun, apa pun namanya,Gresik pada awal abad XII sudah merupakan suatu kota pelabuhan dan pusat perdagangan.
Para pedagangnya dari Arab, Persia, China, dan dari berbagai daerah Indonesia berbaur menjadi satu. Selain berdagang, para pedagang tersebut juga menyebarkan ajaran agama Islam.Seiring waktu, ajaran Islam telah mendarah daging bagi penduduk Gresik. Selain itu, di Gresik terdapat pula makam Sunan Giri dan Malik Ibrahim.Tidak hanya itu,kota berpenduduk 1,2 juta jiwa tersebut juga dikenal memiliki berbagai produk makanan lokal seperti pudak dan bandeng presto.
Seni budaya lokal bernuansa Islamijugabermunculan,salahsatunya seni tradisional pencak macan. Pencak macan adalah salah satu kesenian pengiring arak-arakan pengantin masyarakat Kelurahan Lumpur dan Kroman, Kecamatan Gresik.Tradisi ini merupakan budaya warisan leluhur yang sudah berusia ratusan tahun. ”Pertama kali seni ini dikenalkan dan dilestarikan Mbah Sindujoyo,” ujar Hendrik Umardiluhung,seniman Gresik.
Tradisi pencak macan merupakan tradisi ngarak (mengiringi) pengantin dengan berjalan mulai dari rumah pengantin laki-laki.Setelah pengantin laki-laki dirias dan keluar rumah, langsung disambut penabuh hadrah dengan bacaan salawat Nabi Muhammad SAW. Kemudian pengantin berangkat dengan diiringi arak-arakan berupa beberapa kesenian tradisional yang dipentaskan di perempatan jalan seperti hadrah dengan lantunan salawat dan tabuhan pencak silat.
Tradisi pencak macan secara filosofisnya mempunyai arti sebagai pengingat tentang lika-liku serta konflik perjalanan yang akan dihadapi pasangan pengantin sebagai suami-istri dalam menjalani bahtera rumah tangga.Setidaknya hal itu tergambar dalam peran fisik macan,gendoruwo,monyet, dan seorang ulama. Sebagai penghias, ada pula pembawa ketopang, payung, pontang lima, pembaca salawat, serta pembawa karbit atau obor.
Sementara simbol macan merupakan lambang seorang laki-laki perkasa yang mempunyai sifat keras seperti macan.Namun, dia memiliki sikap dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Sementara monyet menggambarkan seorang perempuan lincah walaupun cerewet, bawel, dan suka aneh-aneh. Namun, dia mempunyai sikap rajin dalam mengurus rumah tangga. Di sisi lain, gendoruwo melambangkan sifat haus dan nafsu (setan).Artinya,dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga, tidak luput dari perselisihan atau konflik. Hal itu dipicu hawa nafsu akibat godaan setan.
”Seni ini menjadi tradisi arak-arakan pengantin tradisional masyarakat pesisir Lumpur dan Kroman,” urai Kris Adji AW, pemerhati budaya Gresik yang juga seniman lukis. Bukan hanya pencak yang mengandung filosofi hidup bagi pengantin baru.Namun, aksesori lainnya juga mengandung nilai dan falsafah keagamaan yang cukup tinggi serta gambaran sejarah. Ketopang delapan lonjor dan payung satu, yang ketopang-nya terbuat dari sapu lidi berjumlah 33, dihias kertas merah putih, lalu ditancapkan ke buah pepaya serta ditaruh di atas bambu dan dibawa delapan orang.
Ketika banyak penonton, salah satunya harus diperebutkan penonton. Pontang lima yang dibawa lima putri berparas ayu menggambarkan rukun Islam. Pontang lima terbuat dari daun pisang dihiasi janur berisi makanan ketan warna-warni yang di tengahnya ada contong daun pisang dan di ujungnya ada kapas. Hal itu melambangkan aneka aliran dan golongan dalam Islam.
Namun, Islam tetap mempunyai satu tujuan,yakni Allah SWT. Hadrah dan salawat Nabi Muhammad SAW merupakan syair pujian kepada Allah dan rasulnya sebagai pengingat supaya tetap punya keyakinan dan keimanan. Posisi seniman hadrah yang di depan pengantin melambangkan bahwa agama sebagai benteng dan tameng dalam hidup berumah tangga.
Lampu karbit atau obor bermakna agar kedua mempelai atau pengantin ikut menerangi bumi dengan menyiarkan Islam. Nah, kekuatan dan dalamnya arti filosofis simbol dalam tradisi pencak macan tersebut cukup disayangkan jika hilang tanpa jejak. Apalagi, dalam tradisi pencak macan, setiap gerakannya dibarengi bunyi-bunyian macapat, yang kemudian dikenal dengan Macapat Sindujoyo.
”Kami sangat menyayangkan kalau ini sampai musnah. Bila hal itu dibiarkan, pencak macan akan lapuk dimakan zaman,” ujar Anharul Machfud, anggota Pemuda Pelopor Gresik asal Kelurahan Lumpur. Keberadaan pencak saat ini ibaratnya hidup tak mau,mati pun enggan.Hanya beberapa keturunan warga Lumpur dan Kroman yang menggunakan jasa di acara pengantin.
Sementara warga di desa lainnya sudah lebih memilih budaya modern. Apalagi, pemerintah kurang memperhatikannya. “Kami merasakan pemerintah memang lepas tangan. Ini kan sangat disayangkan,”keluh Kris Adji AW. Kepala Dinas Pariwisata, Informasi, Komunikasi, Pemuda, dan Olahraga Mighfar Syukur menolak anggapan tersebut.
Sebab, selama dekade lima tahun terakhir,tradisi pencak macan kerap diikutkan dalam perayaan tingkat Gresik. Bahkan, kelompok pencak macan Ucok Lumpur pernah tampil di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. ”Ini bukti kami tidak tinggal diam,”tandasnya.
SEMENTARA ITU :
SISWA SMA DARI KORSEL MENGAGUMI PENCAK MACAN DI SMA NUSA GRESIK
SMA NU satu Gresik misalnya, adalah satu diantara sejumlah sekolah di Gresik, yang berusaha menjaga kelestarian seni khas warga pesisir utara pulau jawa ini. bahkan, di sekolah ini, seni pencak macan, menjadi kegiatan ekstakuler, untuk menambah keterampilan seni para siswa.
agar disukai remaja, siswa-siswi di sekolah tersebut, mengemas seni pencak macan, menjadi seni pertunjukkan, yang atraktif. perpaduan antara pencak silat, dengan iringan gamelan Jawa dan rebana, membuat seni tradisi ini, mulai disukai kalangan remaja.
Seni pencak macan, merupakan seni khas warga pesisir utara pulau jawa, dengan segala filosofisnya, yang melambangkan perjalanan manusia dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
seni ini, diperankan tiga sosok, dengan tiga karakter yang berbeda, diantaranya macan, melambangkan seorang suami, dengan semangat pantang menyerah. Monyet, melambangkan, seorang isteri, dengan cita-cita yang luhur, untuk mewujudkan keluarga yang sakinah. dan sosok gondoruwo, atau hantu, melambangkan antara murka, yang akan menggoda perjalanan anak manusia dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.
Selain mulai disuka remaja Gresik, sejumlah wisatawan manca negera juga tertarik memperlajarinya, diantaranya yuninja, siswa Woonam Midle School, korea selatan.
Menurutnya, kesenian ini sangat menarik, karena nuansa tradisionalnya cukup kental. Karena itu, dirinya tertarik untuk mempelajari seni ini, sebagai oleh-oleh untuk negaranya.
"seni ini nuansa tradisionalnya cukup kental, dan saya sangat menyukainya" tutur Yuninja, siswa asal Korea Selatan
Pihak sekolah berharap, pemerintah ikut membantu melestarikan seni ini, terutama dengan mengadakan lomba atau festival, agar upaya pelestariannya menjadi lebih bergairah
Sumber: Berita 86
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar/tanggapan anda?