Perjalanan Sejarah dan Budaya Kota Lama Gresik Yang Pernah Dikenal Dunia
Rabu, 10 November 2010
TERBENGKELAINYA SITUS GIRI KEDATON
Terbengkalai, Jadi Tempat Pelarian Pencari Ketenangan
Di masa Sunan Giri dulu, situs istana keraton Sunan Giri atau Giri Kedaton yang dibangun pada 1487 Masehi ini, merupakan pusat pemerintahan sekaligus tempat peribadatan. Tempat ini berdasar sejarahnya, juga menjadi tempat penyebaran agama Islam dan pengukuhan raja-raja Islam Demak. Bahkan menjadi tempat berdirinya pondok pesantren pertama di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Kini petilasan itu kondisinya sungguh memprihatinkan. Situs bersejarah yang mestinya bisa terjaga kelestariannya, yang terlihat justru menjadi tempat penggembalaan hewan ternak.
Suasana sunyi senyap, tampak ketika pertama menginjakkan kaki di petilasan Giri Kedaton. Tidak ada lagi peribadatan yang ada di masjid tertua dari sebanyak 1.053 masjid di Gresik ini. Justru sebaliknya, masjid yang mestinya dijadikan sebagai tempat yang disucikan, kini hanya menjadi tempat “pelarian” bagi umat muslim yang ingin bermunajad untuk mencari ketenangan ketika sedang dirundung masalah.
Memang letaknya yang berada di atas sebuah bukit di Dusun Kedaton, Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Gresik dengan ketinggian 200 meter dari permukaan laut, sangat mendukung bagi mereka yang ingin mencari ketenangan.
Ditunjang panorama keindahan Kota Gresik yang bisa dilihat secara keseluruhan dari atas bukit, menjadikan pengunjung betah untuk berlama-lama tinggal di petilasan Giri Kedaton.
Seperti diungkapkan Hamim, 42, warga Tanggulangin, Sidoarjo yang sudah hampir dua pekan ramadan ini tinggal di petilasan Giri Kedaton. Di sana ia tidak sendiri, ada tiga pengunjung yang selama Ramadan ini memilih menyepi dari ingar-bingar keramaian kota.
Menurut pemuda yang dulunya membuka usaha pakaian ini, sengaja bermalam di Giri Kedaton untuk mencari ketenangan. Ia berpandangan, setiap bergelut dengan suatu persoalan, dengan sendirinya beban persoalan itu akan menjadi hilang setelah berada di petilasan Giri Kedaton.
Suatu ketika, ia sempat terbelit masalah utang yang menjadikan usahanya bangkrut. Pria yang mempunyai dua orang putri ini sempat stres. Ia kemudian berniat menyendiri di tempat yang dianggapnya bisa menghilangkan beban pikirannya yakni di petilasan Giri Kedaton.
Di tempat ini ia luapkan segala bentuk kegelisahan pikirannya dengan kegitan merenung, bermunajad, dan hasilnya cukup bisa membantu menghilangkan kesuntukannya.
Lain halnya dengan Hermawan, 57, lelaki asal Kota Tasik, Jawa Barat, ini hampir tiap ada waktu luang selalu berkunjung ke petilasan Giri Kedaton. Dalam kunjungannya kali ini, ia sempat bermimpi diberitahu supaya segera meninggalkan Tasik.
Keesokan harinya, ia dan keluarganya pun meninggalkan Tasikmalaya untuk berkunjung ke rumahnya yang berada di Gresik. Setelah dua hari menginap di petilasan Giri Kedaton, lelaki yang juga berdagang pakaian batik ini mendengar dari surat kabar kalau Tasikmalaya diguncang gempa dahsyat.
“Saya kemudian berpikir, mungkin ini salah satu petunjuk,” kata pria yang sejak duduk di bangku perkuliahan senang menyendiri di petilasan Sunan Giri.
Kendati demikian, umumnya para pengunjung petilasan Giri Kedaton menolak dikatakan tujuan untuk menginap dan menyendiri di petilasan Giri Kedaton itu untuk mencari wangsit atau sesuatu hal yang diperlukan untuk tujuan tertentu, seperti demi untuk memperoleh kedudukan atau jabatan, atau hal-hal lain yang mengarah pada syirik.
Mereka berkeyakinan, berdoa itu bisa dilakukan di mana saja tanpa melihat aliran ajaran agama Islam tertentu atau paham ajaran tertentu, di mana tujuan akhirnya untuk mencari ridho Allah.
Kurang PeduliMasyarakat sekitar dan Pemkab Gresik umumnya kurang begitu peduli untuk ikut menjaga dan melestarikan keberadaan situs bersejarah petilasan Giri Kedaton.
Terbukti, mereka seakan memandang sebelah mata keberadaan petilasan ini, kata juru kunci petilasan Giri Kedaton, Mucthar, 57. Berbeda dengan perlakuan warga terhadap Makam Sunan Giri.
Memang selama ini warga dan pemerintah lebih cenderung tertuju pada makam Sunan Giri, tanpa melihat peninggalan bersejarah lainnya. Apalagi Makam Sunan Giri bisa memberikan kontribusi kepada pemkab dari sebagian hasil tarikan retribusi pengunjung, dan bisa menunjang perekonomian masyarakat sekitar.
Berbeda dengan petilasan Giri Kedaton yang tidak menghasilkan sama sekali, karena tempat ini hampir tidak pernah dikunjungi para pendatang atau peziarah dari luar kota. Yang datang hanya satu dua orang yang menginap di petilasan tersebut.
Ia juga menyanyangkan masyarakat yang tidak ikut menjaga dan memelihara situs bersejarah, dengan menggembalakan hewan ternaknya di sekitar situs hingga merusak tanaman dan mengotori punden Giri Kedaton yang menjadikan keberadaan tempat ini penuh kotoran hewan.
“Saya sempat melapor kepada kepala desa untuk melarang warga menggembalakan hewan ternak, tapi masyarakat tidak pernah menggubris,” katanya pasrah.
Tidak hanya itu, yang memprihatinkan lagi karena tempatnya yang sepi, lokasi situs ini menjadi sasaran kalangan remaja untuk dijadikan tempat pacaran, bahkan sering kali juru pelihara pengelola masjid kehilangan kotak amal.
Sementara di lain hal minim perhatian dari Pemkab Gresik. Terbukti sejak tahun 2005 pihaknya mengusulkan untuk mengalokasikan anggaran perawatan situs hingga menyediakan air bersih untuk keperluan mandi cuci kakus (MCK), usulan itu direspons tapi tidak ada realisasi.
Lelaki yang menjadi juru kunci sejak tahun 1987 yang mewarisi profesi ini dari orangtuanya mengatakan, kegiatan pelestarian dan konservasi situs Giri Kedaton tahap satu dilakukan pada tahun 2002 kemudian dilanjutkan tahap kedua 2005. Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama Balai Penelitian dan Pelestarian Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto, dan Dinas Kebudayaan Gresik.
Dalam kegiatan tersebut dilakukan pemetaan, ekskavasi, pengupasan tanah, studi kelayakan pugar bangunan punden berundak masa prasejarah dan bangunan candi Hindu Budha di Indonesia.
Sempat dulu Pemkab Gresik berencana memperluas areal lahan situs Giri Kedaton, namun upaya itu terkendala pembebasan lahan milik warga, baru 625 meter yang sudah dibebaskan. Perluasan lahan itu bertujuan untuk menata kembali banyaknya pepohonan bambu milik warga yang menutupi petilasan Giri Kedaton.
Selama Ramadan tidak ada aktivitas yang ada di masjid Sunan Giri Kedaton, baik salat tarawih maupun tadarus, berbeda dengan masjid dan musala pada umumnya yang ramai dengan aktivitas peribadatan. Warga sekitar enggan menggunakan masjid ini sebagai tempat peribadatan, karena letaknya yang berada jauh di atas bukit.
Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Gresik, Kris Aji menilai, selama ini Pemkab Gresik dalam membangun dan merenovasi situs sejarah tanpa melihat sejarah awalnya, sehingga bukannya memelihara justru merusak keaslian situs.
Menurut dia, hal itu kerap kali dilakukan oleh pemkab dengan berangkat dari pengetahuan sejarah yang minim dan tanpa melibatkan para pemerhati sejarah di Gresik tiba-tiba merenovasi situs, seperti Situs Giri Kedaton yang dibangun musala di atas bukit.
Padahal, menurut sejarah bangunan musala yang dulunya menjadi masjid pertama yang menjadi tempat syiar agama Islam oleh Sunan Giri itu dibangun di samping kiri Giri Kedaton, bukannya tepat di tengah bukit.
“Ini yang dikatakan merusak, apalagi bangunan Giri Kedaton terlihat tidak terawat, banyak batu bata dari punden berundak dibiarkan roboh berserakan,” katanya.
Selanjutnya ia mencontohkan bangunan pendopo Sunan Giri yang tidak dibangun berdasar sejarah yang ada, hanya dibuat dengan bentuk menyerupai joglo.
Ia juga menyayangkan mulai banyaknya ahli fungsi tanah situs makam bersejarah di Gresik yang banyak dikomersilkan, seperti banyaknya pendirian tower (menara) seluler di areal Makam Sunan Giri dan Putri Cempo.
Ini sangat menyalahi aturan, keberadaan situs yang mestinya bisa dipertahankan keasliannya, justru dikomersilkan, padahal banyak tempat lain di luar makam yang bisa menjadi tempat berdirinya menara.“Yang seperti ini pemkab kurang memperhatikan, hanya bisa memberikan izin tanpa melihat dasar pertimbangan tempat yang dipakai itu merupakan lahan Makam Sunan Giri yang dikeramatkan,” katanya menegaskan.
Kepala Dinas Pariwisata Gresik, Migfar Syukur beranggapan kewenangan memugar dan merawat situs makam di Gresik merupakan tanggungjawab BP3 Trowulan, dan tahun ini pemkab tidak menganggarkan perawatan untuk situs makam. Tapi semestinya, kata Kris Aji, pemkab selaku tuan rumah setidaknya memberikan saran dan masukan dengan melibatkan para sejarawan Gresik.
“Jangankan dilibatkan, membicarakan tentang seminar untuk mempertahankan situs sejarah di Gresik dengan para pemerhati budaya pun tidak pernah, padadal Gresik dikenal sebagai Kota Santri dan Kota Wali. Namun, pemerintahannya kurang peduli terhadap kelestarian situs makam,” katanya menanggapi pernyataan kadis pariwisata.
Ia sendiri menyesalkan minimnya komunikasi pemkab kepada para pemerhati sejarawan Gresik, sementara dewan kesenian dalam hal ini hanya bisa memberikan saran dan masukan, tinggal menunggu respon dan realisasi dari pemkab sendiri. ant
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar/tanggapan anda?