Selasa, 09 November 2010

Kota Gresik 1896-1916: Sejarah Sosial Budaya dan Ekonomi


by Oemar Zainuddin

Buku ini mengungkapkan sejarah Gresik sebagai kota perdagangan regional dan internasional, serta bagaimana pengusaha Pribumi mengembangkan usahanya di masa pemerintahan kolonial Belanda. Buku ini juga memaparkan secara rinci mengenai data budaya Gresik pada peralihan abad dari abad ke-19 menuju abad ke-20, antara lain mengenai pakaian, makanan, komoditi dagang, arsitektur bangunan dan bahasa serta tulisan. Kekayaan data yang ditampilkan melalui foto, surat-menyurat, iklan, nota dagang, serta dokumen-dokumen lain, menjadi nilai lebih buku ini.


Perdagangan yang paling banyak dibahas adalah usaha penyamakan kulit yang dirintis oleh keluarga H. Oemar. Interaksi para pengusaha penyamakan kulit Gresik dengan pihak-pihak luar juga dibahas dalam bab tersendiri, selain bagian lain yang secara komprehensif membahas peran para tokoh usaha penyamakan kulit tersebut dalam upaya pelestarian budaya Gresik. (less)

Kota Gresik 1896 - 1916, Sebuah Buku
Barangkali saya berharap terlalu banyak terhadap sebuah buku, dan saya lupa petatah-petitih itu, barangsiapa berharap terlalu banyak ia harus siap kecewa.

Saya bukan meresensi sebuah buku, terlepas ini sebuah resensi atau bukan, saya hanya membatasi diri, bahwa ini pendapat saya pribadi tentang buku “Kota Gresik 1896-1916″ yang ditulis Oemar Zainuddin dengan sedikit testimoni dibelakang buku yang menegaskan buku ini akan banyak berbicara tentang budaya, seni dan Gresik sebagai pusat perdagangan di era itu.

Alih-alih bicara tentang sejarah dan latar belakang Gresik yang medetail (seperti kata pengantar pada halaman vii), saya merasa, buku ini hanya ingin menegaskan eksistensi H. Oemar dan keluarga, apalagi, bukan sebuah kebetulan, penulis adalah masih bagian dan secara tegas menyatakan, penulis adalah generasi ketiga dari H.Oemar, nama yang berulang kali di reproduksi dibanyak halaman di buku ini, H.Oemar dan segala usaha perdagangannya dengan melesakkannya sebagai tolak ukur sukesnya Gresik sebagai pusat perdagangan kala itu.

Saya pikir, buku ini akan lebih tepat bila dijuduli “Eksistensi H.Oemar sebagai perintis usaha penyamakan kulit di Kota Gresik”, atau kalimat lain yang sejenis, dengan mengambil subjek H.Oemar dan segala usahanya dan Gresik sebagai lokasi usaha yang menjadi pusat arus perdangangan Belanda kala itu. Dan ada sedikit pertanyaan, mengapa sebuah buku tebal seperti "grisse tempo doeloe" itu terkesan diabaikan sebagai rujukan, jika ia telah diakui sebagai referensi sejarah Gresik tempoe doeloe?.

Pada bagian pendahuluan, penulis mengutip Auguste Comte dalam bukunya "Cours de philosophie positive", yang mengharuskan penulisan sejarah itu tidak berdasar pada spekulasi, tapi buku itu malah terjebak dalam spekulasi sejarah yang over subjektif, barangkali ini bisa menjadi maklum karena penulis masih dalam satu hubungan darah dengan objek yang menjadi tokoh sentral.

Banyak kutipan menarik tapi terasa berada dalam landasan yang tak kokoh sebagai sebuah referensi sejarah, seperti kutipan Raffles tentang tambak(kolam ikan), “These ponds are to be found in most of the law maritime districts; those at Gresik, which are the most extensive, appear to have been first established during the visit of one of the early Mahometan princess on the islands in the fifteenth century”, dan beberapa kutipan tanpa referensi lebih detail dan jelas. 

Tapi bagaimanapun, buku ini patut mendapatkan apresiasi sebagai sebuah upaya literasi warga Gresik terhadap warisan budaya masa lalu, meski masih cenderung terkesan sebagai buku sejarah keluarga besar H. Oemar, ditengah minimnya minat baca dan sedikitnya bacaan tentang kota Gresik.(gresik.wordpress.com)

Tanggapan:
memang tokoh sentral disini adalah keluarga H.Oemar. namun menurut saya, penulis tidak serta merta menceritakan keluarganya, namun sepertinya sumber data utama yang dimiliki penulis adalah berupa bukti tertulis mengenai perdagangan kulit oleh H.Oemar.
dalam hal ini penulis ingin menceritakan berdasarkan bukti tertulis atau istilahnya “speak with data”. contohnya bisa dilihat di nota dagang yg dilampirkan penulis.
setidaknya buku ini mampu men-trigger arek enom gresik,, agar lebih peduli dg budaya gresik, agar gresik lebih dikenal sebagai kota budaya (selain industri) dan untuk memicu budaya tulis menulis.

Baca juga DI SINI

1 komentar:

  1. Yang pakai sarung & berjas putih kalau gak salah H. Djainoeddin ya??? Putra ke-4 H. Oemar???

    BalasHapus

Bagaimana komentar/tanggapan anda?