Sekarang sudah waktunya menjadikan Gresik sebagai obyek wisata mengingat bahwa Gresik adalah kota tua yang menyimpan banyak peninggalan sejarah baik budaya maupun bangunan gedung dan rumah-rumahnya yang tersebar diseluruh sudut kota. Masyarakat sudah siap menyambut kedatangan wisata, baik wisata religi maupun wisata minat khusus.
Layaknya sebuah daerah wisata tentunya sudah mempunyai persiapan yang matang kawasan mana yang mempunyai bangunan-bangunan bersejarah yang seolah bisa bercerita masa lalunya, dan boleh dikatakan cikal-bakal sebuah peradaban zamannya. Tidak hanya bangunan saja namun masakan/jajanan kota Gresik layak ditampilkan sebagai masakan yang mulai disukai oleh penduduk Indonesia. Begitu pula budaya Gresik yang sangat beragam dan unik akan mempesona. Adanya manuscript kuno yang ditemukan didesa Lumpur menunjukkan sejak pada tahun 1850 M penulis Gresik sudah membuat karya sastra yang mengagumkan. Perlu adanya pencarian kembali kemungkinan adanya karya satra yang lain yang telah ditulis oleh penulis tersebut. Sampai saat ini sudah ditemukan 12 manuscript asli yng ditulis dengan tulisan tangan.
Melihat kota Gresik secara sepintas, kita akan disuguhi suatu karya yang dapat dikategorikan sebagai “Masterpiece” kota yang menyimpan banyak peninggalan sejarah. Hampir diseluruh sudut kota Gresik seolah bisa bercerita mengenai masa lalunya. Sebuah masa yang bisa disebut cikal bakal sebuah setting peradaban.
Kita perlu menengok kenegara Jiran, yang paling spektakuler menjual negara dan kota saat ini adalah Singapura dengan tag-line “Uniquely Singapore”, Kuala Lumpur “City of Future” dan Melaka “Kota Warisan Dunia” sebuah kota kecil di Malaysia yang telah mendapatkan Ketetapan dari Unesco sebagai Kota Warisan Dunia. Di ketiga kota tersebut yang dijual tidak hanya dari segi turisme akan tetapi juga perdagangan, kebersihan, kesehatan dan kekayaan budaya. Dengan sistem block-time mereka melancarkan promosi besar-besaran di stasiun-stasiun televisi negara tetangga. Dan, memang hasilnya luar biasa, karena antara pencitraan lewat branding dan kenyataan memang relatif klop.
Jalan-jalan ke Melaka.
Untuk masuk kota Melaka tentunya harus melalui Kuala Lumpur yang mempunyai pelabuhan udara Internasional lebih dahulu, dan melalui jalan darat baru menuju ke Kota Melaka, sebuah kota kecil yang mempunyai bangunan-bangunan cagar budaya yang terawat bangunannya. Keberadaan bangunan inilah yang menyedot wisatawan untuk berkunjung ke Melaka. Begitu kita masuk Melaka kita disuguhi kawasan modern sebagai bagian kota yang disediakan Pemerintah setempat agar tidak merusak kawasan Kota lama yang menjadi ikon kota tersebut.
Melaka diwaktu malam sangat mempesonakan, jalan-jalan yang dihiasi lampion-lampion merah mengingatkan kita pada damar kurung Masmundari yang menjadi ikon kesenian rakyat Gresik. Penataan kota lama tetap tidak berubah sebagaimana awal kota ini didirikan. Jalan-jalan kecil dengan kanan kirinya gedung-gedung dan rumah-rumah yang didirikan pada jaman Belanda (sekitar tahun 1800-an) yang menjadikan kota itu ramai, hampir sama dengan kota Gresik lama, yang dimulai dari Alon-alon Gresik, jalan Raden Santri (dh Bedilan), jalan HOS Cokro Aminoto (dh Garling), jalan Nyai Ageng Arem-Arem (dh Embong Peti). Gedung-gedung, rumah-rumah lama di Melaka yang dijual untuk wisatawan, sama dengan gedung-gedung yang ada di jalan Raden Santri, Jalan HOS Cokroaminoto yang panjangnya hanya sekitar 60 meter, kanan kiri jalan ditempati deretan ruko dan satu losmen tua peninggalan jaman Belanda. Seperti biasanya, yang namanya ruko mengambil konsep arsitektur sederhana tetapi fungsional sebagai tempat hunian sekaligus untuk berdagang. Jalan-jalan kecil yang ada di Melaka sebetulnya dulunya merupakan jalan kampung, lorong-lorong yang menghubungkan kampung satu dengan kampung lainnya, tetapi sekarang sudah menjadi jalan yang bisa dilewati kendaraan dengan ketentuan hanya jalan searah, persis jalan/kampung di Gresik seperti Kampung Kemasan, Pasar Sore, Kemuteran, Begedongan dan lain-lainnya yang mempunyai gedung-gedung dan rumah-rumah kuno yang masih berdiri dengan megahnya. Di kampung Kemasan yang ada dikawasan Nyai Ageng Arem-arem, layaknya seperti sebuah, “enclave” karya imaginatif, suatu area yang penataannya mengadopsi konsep “cluster” sangat indah dan terkesan mewah. Mata kita seolah dimanjakan oleh deretan bangunan tua yang mengagumkan, suasananya sejuk, rindang dan memunculkan kedamaian. Suatu area potensial yang perlu dieksplorasi untuk dijadikan kawasan andalan seperti yang ada di Melaka.
Disamping menikmati gedung-gedung tua, wisatawan di Melaka masih dimanjakan dengan wisata sungai, dengan kendaraan kapal Ferri yang melewati tengah kota Melaka sepanjang hampir 1,5 km dengan lebar sungai hampir 600 meter. Wisata sungai ini hanya dinikmati pada sore dan malam hari, dimulai dari jam 17.00 sampai jam 22.00 malam. Dengan menumpang ferri ini wisatawan disuguhi pemandangan gedung-gedung dan bangunan rumah kuno sepanjang sungai ini. Didepan bangunan-bangunan sepanjang sungai ini oleh pemiliknya dibuka restoran-restoran yang menyediakan makanan khas Melaka. Wisata ini yang belum ada di kota Gresik, walaupun di Gresik sebetulnya sudah ada sungai kecil sepanjang hampir 1 kilometer dimulai dari Tlogodendo dan berakhir dilaut yang membelah kota Gresik, tapi sampai sekarang masih digunakan sebagai aliran pembuangan sampah dan aliran air agar kota Gresik tidak mengalami banjir.
Hari kedua di Melaka, mencoba menyelami kehidupan masyarakat kota Melaka dan apa yang telah disumbangkan masyarakat Melaka sehingga mencapai prestasi yang tinggi dengan pemberian penghargaan dari Unesco. Masyarakat Melaka sangat menghargai gedung-gedung lama dengan melarang pemilik rumah yang mencoba membongkar bangunan yang sudah ada. Mereka sudah menerapkan konservasi “down city” atau cagar budaya kota lama. Sebab banyak peninggalan bangunan yang umurnya ratusan tahun. Konservasi tidak hanya sekedar inventarisasi atau penataan tetapi penggunaan dari bangunan-bangunan yang mempunyai kategori sebagai cagar budaya. Sebab jika hanya ditata tetapi tidak fungsional, maka kita akan melihat kota mati. Jadi, dinamisasi dan revitalisasi kota Melaka merupakan kunci untuk menghidupkan kota tua, dengan kata lain harus ada unsur komersialisasi alias “marketable”.
Jadi konsep Kota Melaka setelah kita amati tidak hanya sekedar merestorisasi dan memelihara bangunan tetapi juga lingkungan, kenyamanan, kebersihan dan keamanan, disamping akses kekota tua telah mereka perhatikan.
Konsep yang telah diterapkan di Melaka, disana banyak bangunan tua peninggalan kebudayaan China, Belanda, Inggris, Arab/India dan Melayu yang saling berbaur dilestarikan dan dirawat dengan baik sebagai kawasan konservasi yang dipadukan dengan trend masa kini sehingga banyak ruko dan arcade yang dipenuhi cafe-cafe dan warung. Seperti warung Arab, India, China dan Melayu, sehingga terkesan eksotis dan jauh dari kesan mesum.
Dibandingkan dengan Kampung di Melaka, sebetulnya peninggalan gedung-gedung tua di Gresik jauh lebih baik dan lebih antik. Pemerintah daerah dan masyarakat Melaka saling kerja sama untuk bisa meng-update sehingga terawat dan lestari. Pemerintah Malaysia memberikan perlindungan terhadap cagar budaya dan bagi siapapun tidak diperbolehkan untuk mengubah dan membangun tanpa ijin Pemerintah.
Mereka telah mengembangkan sikap “concern” terhadap aset sejarah budaya Melaka, sebab generasi mendatang tidak hanya butuh ikon-ikon kemodernan, tetapi mereka juga dibiasakan untuk mengakrabi idiom-idiom peninggalan budaya masa lalu untuk mengasah imajinatifnya, seperti yang diucapkan oleh tokoh masyarakat Melaka sewaktu menerima kita di gedung Perbadanan Muzium (Perzim) Melaka. Selanjutnya tokoh tersebut mengatakan, upaya konservasi tidak perlu dengan dana yang besar, memperbaiki dan merevitalisasi obyek, dahulunya dimulai dengan cara gotong royong sebagai rasa ikut memiliki oleh setiap warga sebab adanya keinginan masyarakat untuk terlibat melestarikan peninggalan sejarah adalah asset yang sangat berharga.
Disamping bangunan-bangunan kuno yang mereka suguhkan kepada wisatawan, tak kalah pentingnya mereka juga mengembangkan makanan-makanan dan jajanan khas Melaka, seperti Popiah Skin, jajan sebangsa Bakpoh di Indonesia tetapi isinya yang berlainan. Para wisatawan ditunjukkan juga cara pembuatan Popiah yang masih tradisional. Bagi wisatawan memperlihatakan cara pembuatan popiah skin sangat menarik, bahan-bahan yang digunakan diterangkan secara mendetail, apalagi sewaktu pembuatan kue ini diiringi dengan musik tradisional menambah semaraknya suasana ditempat pembuatan itu.
Sebetulnya pembuatan Otak-otak, Pudakpun sudah diperlihatkan kepada para wisatawan, namun yang menerangkan bukan langsung pembuatnya sendiri, sehingga masih perlu ditingkatakan lagi bagi pembuat pudak atau otak-otak dan jajan-jajan lainnya. Proses pembuatan jajan-jajan di Gresik masih kurang lengkap sebab kadang tidak diterangkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatannya (resep).
Setelah dari pembuatan kue Popiah Skin kita diajak ke tempat pembuatan Tong (drum) dari bahan kayu. Yang sangat menarik mereka menunjukkan apa adanya, seperti tempat pembuatannya di sebuah rumah kecil yang ukurannya 1,5 meter X 3,5 meter dengan atap yang ditutupi plastik dan triplex menunjukkan kesederhanaan dari pembuat tong yang berumur 80 tahun ini, dia telah mendapatkan banyak penghargaan dan seringkali ditayangkan di media baik cetak maupun elektronik.(Oemar Zainuddin)
Baca juga tengtang IMAJI INDAH KAMPUNG KEMASAN di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar/tanggapan anda?